LAPORAN PRAKTIKUM PENGELOLAAN LIMBAH
PENJERNIHAN MINYAK JELANTAH
DISUSUN OLEH :
ARIS FITRIYADI J1A1120
SUARIA RISONA SIPAYUNG J1A115009
MELISA PUSPITASARI J1A115017
ZAMIRATUL AINI J1A115067
ELIA VERONIKA SINAGA J1A115083
AVIL ROZENDO J1A115087
DOSEN PENGGAMPU : Ir INDRIANI M.Si
TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS JAMBI
2018
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Minyak goreng
merupakan salah satu kebutuhan yang menjadi prioritas masyarakat Indonesia.
Hal ini dikarenakan minyak goring banyak digunakan sebagai media transfer
panas pada berbagai pemprosesan yang
digunakan oleh berbagai kalangan baik rumah tangga maupun pedagang dan industry makanan.
Dengan banyaknya penggunaan minyak goreng, akibatnya menghasilkan limbah berupa minyak jelantah. Minyak jelantah merupakan minyak yang telah digunakan berkali-kali sehingga berbahaya bagi kesehatan.
Minyak goreng adalah bahan pangan yang digunakan untuk
kebutuhan dalam skala rumah tangga maupun skala industri atau pabrik. Hal ini
mengakibatkan konsumsi minyak goreng meningkat. Dengan meningkatnya konsumsi
minyak goreng tersebut akan menjadi minyak goreng bekas yang jika tidak didaur ulang
akan menjadi limbah yang mencemari lingkungan. Minyak goreng merupakan
kebutuhan yang tidak bisa terlepas bagi kebanyakan orang. Selain berfungsi
sebagai media penghantar panas, minyak goreng juga berfubgsi sebagai penambah
rasa gurih makanan serta memperbaiki cita rasa makanan dengan membentuk warna
kuning kecokltan pada makanan.
Minyak jelantah adalah minyak yang berasal dari
tumbuh-tumbuhan seperti sawit, jagung, minyak sayur dan minyak samin yang telah
digunakan sebagai minyak goreng. Proses kerusakan minyak berlangsung sejak
pengolahan sampai siap dikonsumsi, kerusakan minyak selama proses menggoreng
akan mempengaruhi mutu dan nilai gizi dari bahan pangan yang digoreng, minyak
yang rusak akan menghasilkan bahan dengan penampilan yang kurang menarik dan
cita rasa yang tidak enak, serta kerusakan vitamin dari asam lemak esensial
yang terdapat dalam minyak. Kerusakan minyak yang utama dalah karena peristiwa
oksidasi, hasil yang diakibatkan salah satunya adalah terbentuknya peroksida
dan aldehid.
Minyak goreng
yang dipakai berulang
kali atau minyak jelantah dapat menyebabkan kerusakan fisik dan kimia, sehingga dilakukan upaya untuk pemurnian minyak jelantah agar
menghasilkan minyak dengan kualitas lebih, baiks ecara fisik maupun kimia. Penampakan minyak jelantah yang sudah tidak baik
tersebut, membuat pemanfaatan minyak jelantah sebagai bahan yang dapat di daur
ulang menjadi produk lain pun berkurang. Maka perlu dilakukan proses
penjernihan minyak jelantah. Salah satu cara untuk menjernihkan minyak jelantah yaitu dengan menggunakan pelepah pisang. Dengan adanya upaya penjernihan ini, masyarakat dapa tmenghemat secara cerdas untuk memperbaiki kondisi ekonominya, khususnya pedagang makanan.
1.2
Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui proses
penjernihan minyak jelantah serta perubahan warna yang dihasilkan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Karakteristik Minyak
Minyak
merupakan salah satu kelompok yang termasuk kelompok lipida. Satu sifat yang
khas dan mencirikan golongan lipida (termasuk minyak) adalah daya larutnya
dalam pelarut organik (misalnya ether, benzene, khloroform) atau sebaliknya
ketidak-larutannya dengan/dalam pelarut air. Dalam teknologi makanan, minyak
dan lemak memegang peranan penting. Karena minyak dan lemak memiliki titik
didih yang tinggi (sekita 200oC) maka bisa dipergunakan untuk
menggoreng makanan sehingga bahan yang digoreng akan kehilangan sebagian besar
air yang dikandungnya dan menjadi kering. Minyak dan lemak juga memberikan rasa
gurih spesifik minyak yang lain dari gurihnya protein. Juga minyak memeri aroma
yang spesifik (A. Fuadi, R dkk. 2010)
2.2 Minyak Goreng
Minyak goring adalah minyak yang berasal dari lemak tumbuhan atau hewani. Minyak goreng yang digunakan untuk memasak biasanya terbuat dari minyak nabati yang sudah dimurnikan melalui tahapan degumming
netralisasi, bleaching dan deodorisasi untuk menghilang kanbau dan rasa yang tidak diinginkan. Sebagian minyak nabati biasanya berbentuk cair pada suhu kamar, karena mengandung sejumlah asam lemak tidak jernih dengan titik cair rendah (Ketaren, 1986).
Syarat mutu minyak goring menurut Standar Nasional Indonesia
(SNI), dan spesifikasi umum minyak goring yaitu:
No.
|
Parameter
|
Spesifikasi
|
1.
|
Bau
|
Normal
|
2.
|
Rasa
|
Normal
|
3.
|
Kadar Air
|
Maksimal 0,3 (%)
|
4.
|
Warna
|
MudaJernih
|
5.
|
Cita Rasa
|
Hambar
|
6.
|
AsamLemakBebas
|
Maksimal 0,3 (%)
|
7.
|
CemaranLogam
-
Timbal
-
Besi
-
Tembaga
-
Raksa
-
Timah
-
Arsen
|
-
Maksimal 0,1 (mg/kg)
-
Maksimal 1,5 (mg/kg)
-
Maksimal 40,0 (mg/kg)
-
Maksimal 0,1 (mg/kg)
-
Maksimal 0,1 (mg/kg)
-
Maksimal 0,1 (mg/kg)
|
8.
|
BilanganPeroksida
|
Maksimal 2 (mg/kg)
|
9.
|
BilanganIodium
|
45-46
|
10.
|
BilanganPenyabunan
|
196-206
|
11.
|
BeratJenis
|
0,900 (g/ml)
|
12.
|
TitikAsap
|
Minimal 200oC
|
13.
|
Indeks Bias
|
1,448-1,450
|
2.2 Minyak Jelantah
Minyak yang
telah dipakai menggoreng biasa disebut minyak jelantah. Kebanyakan minyak
jelantah sebenarnya merupakan minyak yang telah rusak. Minyak yang tinggi
kandungan LTJ (Lemak Tak Jenuh) –nya memiliki nilai tambah hanya pada gorengan
pertama saja, sementara yang tinggi ALJ (Asam Lemak Jenuh) –nya bisa lebih lama
lagi, meski pada akhirnya akan rusak juga. Oleh proses penggorengan sebagian
ikatan rangkap akan menjadi jenuh. Penggunaan yang lama dan berkali-kali dapat
menyebabkan ikatan rangkap teroksidasi, membentuk gugus peroksida dan monomer
siklik (A. Fuadi, dkk.2010).
Minyak jelantah merupakan minyak goring bekas yang digunakan berulang-ulang sebagai alasan ekonomis dimana minyak yang digunakan untuk menggoreng mengalami penurunan mutu atau lain kadar air,
kadar asam lemak bebas, angka peroksida, bilangan
iodine, warna dan viskositasnya (Rukmini,
dkk. 2000).
Minyak
goreng bekas atau sering disebut jelantah adalah sebutan untuk minyak goreng
yang berulang kali digunakan. Selain penampakannya yang tidak menarik, coklat
kehitaman, bau tengik, jelantah sangat berpotensi yang besar dalam membahayakan
kesehatan tubuh. Terlalu sering memgkonsumsi minyak jelantah dapat menyebabkan
potensi kanker meningkat ( Evika. 2011).
Kerusakan minyak goring bekas dapat ditentukan oleh interval penggorengan,
dimana seamakin sering digunakan maka tingkat kerusakannya semakin tinggi (Fadilah, 2001). Kerusakan lain akibat proses
penggorengan adalah adanya kotoran yang berasal dari bumbu yang digunkan dan dari bahan yang digoreng
(Anda wulandkk,
1997), sehingga dapat menaikan komponen bahan polar seperti gula, garam, dan
lain-lain. Bheem Reddy et.all.(1999)
mengatakan bahwa pada minyak yang digunakan untuk menggoreng berkali-kali akan terjadi akan terjadi peningkatan total polar
coumpound (TPC) dan penurunan
non polar coumpound (NPC).
Penggunaan
minyak goreng secara kontinyu dan berulang-ulang pada suhu tinggi (160-180oC)
disertai dengan adanya kontak dengan udara dan air pada proses penggorengan dan
akan mengakibatkan terjadinya reaksi degradasi yang komplek dalam minyak dan
menghasilkan berbagai senyawa hasil reaksi. Minyak goreng juga mengalami
perubahan warna dari kuning menjadi warna gelap. Produksi reaksi degradasi ynag
terdapat dalam minyak ini juga akan menurunkan kualitas bahan pangan yang
digoreng dan menimbulkan pengaruh buruk bagi kesehatan. Reaksi degradasi juga
dapat menurunkan kualitas minyak dan akhirnya minyak tidak dapat dipakai lagi
dan harus dibuang atau diolah kembali (Fitri B, dkk.2015)
2.3 Tanaman Pisang
Tanaman pisang
merupakan tumbuhan berbatang basah yang besar, biasanya mempunyai batang semu
yang tersusun dari pelepah-pelepah daun. Tangkai daun jelas beralur pada sisi
cetasnya, helaian daun lebar, bangun jorong (oval memanjang) dengan ibu tulang
yang nyata dan tulang-tulang cabang yang menyirip dan kecil-kecil (F.X
Sulistiyanto dan Erna P.2017).
Pelepah pisang merupakan limbah yang belum dimanfaatkan secara maksimal untuk menghasilkan produk yang bernilai ekonomis tinggi. Menurut Hobbir (1997), setiap bagian pisang berpotensi menghasilkan pelepah pisang sebanyak 6,15 kg, lebih lanjut Suhandiyanto (2004)
menambahkan bahwa pelepah pisang mempunyai kandungan selulosa yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan pulb untuk kertas.
Pelepah
psang merupakan limbah pertanian yang belum dimanfaatkan secara maksimal untuk
menghasilkan produk dengan nilai ekonomis
yang tinggi. Pelepah pisang dapat digunakan sebagai adsorben karena
sifatnya yang dapat menyerap zat-zat lain pada permukaannya tanpa reaksi kimia.
Dengan merendamkan pelepah pisang pada minyak jelantah selama lebih kurang 10
menit dapat mengurangi kadar asam lemak jenuh pada minyak jelantah dapatb
menghasilkan minyak dengan warna normal dan bau tidak menyengat
(Suhamdiyanto.2004).
2.4 Proses
Refinery Minyak Jelantah
Pemucatan
adalah suatu tahap proses pemurnian untuk menghilangkan zat-zat warna yang
tidak disukai dalam minyak. Warna minyak mentah dapat berasal dari warna minyak
alamiah, yaitu warna yang dihasilkan oleh aktivitas biologis tanaman penghasil minyak,
maupun warna yang di dapat pada saat diproses untuk mendapatkan minyak dari
bahan bakunya (A. Fuadi R, dkk.2010).
BAB III
METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Senin, 26 Februari 2018
bertempat di Laboratorium Pengolahan Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan pada praktikum penjernihan minyak jelantah ini yaitu pelepah pisang 150 gr dan minyak jelantah 250 ml. Sedangkan alat yang digunakan adalah pisau, talenan,
timbangan, kompor gas, pengaduk, wajan, baskom, dan botol kaca.
3.3 Prosedur Kerja
Pelepah Pisang50
gr
|
Dimasukan kedalam Wajan
|
Minyak Jelantah
250 ml
|
Dipanaskan
|
Diamati Perubahan Warna Minyak
|
BAB
IV
HASIL
DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
Tabel
1.Hasil Pengamatan Penjernihan Minyak Jelantah
No
|
JumlahPelepah
|
MinyakJelantah
|
Gambar
|
Warna
|
1
|
Kontrol (tanpa penambahan pelepah pisang dan pemanasan)
|
250
ml
|
|
Coklat tua
|
2
|
20% (50 g)
|
250
ml
|
|
SedikitJernih
|
3
|
40% (100 g)
|
250
ml
|
|
AgakJernih
|
4
|
60% (150 g)
|
250
ml
|
|
Jernih
|
4.2 Pembahasan
Limbah merupakan buangan yang dihasilkan dari suatu proses baik dari industry besa rmaupun domestic
(rumahtangga) yang tidak memiliki nilai ekonomis dan tidak dikehendaki dilingkungan. Salah
satu limbah yaitu minyak jelantah. Minyak Jelantah adalah minyak yang telah digunakan berulang kali, akibat penggunaan yang
berulang kali otomatis minyak akan menerima banyak panas selama pemakaian sehingga memutus ikatan rangkap dan membuat minyak jelantah memiliki kandungan asam lemak bebas yang tinggi.
Minyak jelantah dapat menimbulkan karsinogenik seperti kanker dan penyempitan pembulu darah apabila menkonsumsiannya dalam jumlah yang banyak dan berulang-ulang, karena jumlah ALB pada minyak jelantah amat tinggi dapat menyebabkan penyumbatan pada sel-sel pembuluh darah.
Penggunaan minyak berkali-kali dengan suhu penggorengan yang cukup tinggi akan menyebabkan minyak menjadi cepat berasap atau berbusa dan meningkatkan warna coklat serta flavor yang tidak disukai pada bahan makanan yang digoreng.
Seperti yang terlihat pada hasil pengamatan minyak jelantah, dimana minyak yang tidak bagus atau yang telah dipakai berulang kali berwarna hitam kecoklatan. Menurut Kataren (1986) dan Susinggih, dkk (2005,
kerusakan minyak goreng yang berlangsung selama penggorengan akan menurunkan nilai mutu dan nilai gizi. Namun jika minyak goring bekas tersebut dibuang selain tidak ekonomis juga akan mencemari lingkungan.
Pada
praktikum ini dilakukan percobaan penjernihan minyak goreng bekas atau yang
biasa disebut minyak jelantah. Dimana minyak jelantah yang digunakan sebagai
sampel berasal dari pemakaian penjual gorengan kaki lima. Dimana warna minyak
jelantah yang digunakan sudah cukup berwarna coklat kehitaman. Praktikum
penjernihan minyak jelantah ini dimaksudkan agar warna minyak jelantah
mengalami pemucatan warna sehingga penampakannya dapat lebih baik dari
sebelumnya. Menurut A. Fuadi, dkk (2010) pemucatan adalah suatu tahap proses
pemurnian untuk menghilangkan zat-zat warna yang tidak disukai dalam minyak.
Penjernihan
minyak jelantah menggunakan sebanyak 250 ml minyak jelantah. Bahan yang
digunakan untuk menjernihkan minyak jelantah adalah pelepah pisang. Pelepah
pisang dipotong-potong dengan ukuran ± 1cm. Perlakuan yang diberikan ada tiga berdasarkan
konsentrasi pelepah pisang yang digunakan, ada yang 20% (50 gram pelepah
pisang), 40% (100 gram pelepah pisang), dan 60% (150 gram pelepah pisang).
Masing-masing perlakuan diproses menggunakan pemanasan kurang lebih selama 20
menit. Menurut Suhamdiyanto (2004), pelepah pisang merupakan limbah pertanian
yang belum dimanfaatkan secara maksimal untuk menghasilkan produk dengan nilai
ekonomis yang tinggi. Kemampuan pelepah pisang tersebut yang dapat menarik
zat-zat warna pada minyak jelantah.
Setelah
dilakukan percobaan maka diperoleh data, yang disajikan pada tabel 1 hasil
pengamatan proses penjernihan minyak jelantah. Dimana hasil yang diperoleh dari
masing-masing perlakuan memiliki tingkat kejernihan yang berbeda-beda dari
kontrol maupun dari perlakuan masing-masingnya. Minyak jelantah yang tidak
diberikan perlakuan, awalnya mempunyai warna coklat kehitaman (coklat tua).
Konsentrasi 20%, 40%, 60% pelepah pisang yang digunakan mempunyai perubahan
warna yang berbeda-beda, meskipun perubahan warna yang dihasilkan tidak berbeda
jauh. Diduga bahwa banyaknya konsentrasi pelepah pisang yang digunakan
berpengaruh pada kejernihan minyak. Hal ini terbukti bahwa perlakuan yang menggunakan
lebih banyak pelepah pisang (60%) menghasilkan warna yang lebih jernih dari
yang lainnya.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari hasil praktikum ini dapat disimpulkan bahwa salah satu upaya untuk pemurnian/penjernihan minyak jelantah yaitu dengan menggunakan pelepah pisang yang merupakan salah satu adsorben yang baik dalam meningkatkan kualitas minyak jelantah yang telah disaring. Perlakuan terbaik adalah penggunaan pelepah pisang sebanyak 150 gram
(60%) dalam 250 ml minyak jelantah. Waktu dan api yang digunakan sangat
berpengaruh terhadap warna minyak yang dihasilkan. Waktu yang lebih lama dan
api yang sedang akan menghasilkan warna minyak jelantah yang lebih jernih.
5.2 Saran
Sebaiknya
pelepah pisang dipotong-potong dengan ukuran yang lebih seragam, agar kemampuan
potongan-potongan pelepah pisang merata dalam proses penjernihan dan waktu
pemanasan dari masing-masing perlakuan disarankan untuk disamakan.
DAFTAR PUSTAKA
A. Fuadi R, dkk.
2010. Pemurnian Minyak Jelantah Menggunakan Ampas Tebu Sebagai Adsorben. Jurnal
Teknik Kimia, No. 1 Vol. 17.
Evika. 2011.
Penggunaan Adsorben Arang Aktif Tempurng Kelapa pada Pemurnian Minyak Goreng
Bekas. Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan
Keguruan. Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.
Fadilah,
N. L. 2001. “Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan.”Bumi Aksara.
Jakarta.
F. X. Sulistiyanto
dan Erna. P. 2017. Pemanfaatan Ekstrak Batang Tanaman Pisang (Musa paradisiacal) sebagai Antiacne dalam Sedimen Gel Antiacne . yayasan Pharmasi. Semarang
Hobbir,
1997.Abaca Tanaman Pisang Penghasil Serat. Diakses melalui “Techoma”.
Kataren,
1986.Minyak dan Lemak Pangan.UI-Press.
Jakarta.
Rukmini,
RidwanBaharta, Cahyadi, W. “Pengolahan Minyak Goreng Bekas Pakai Menjadi
Energi Alternatif.
Universitas Lampung. Lampung.
Suhamdiyanto,
2004.Pengembang Kertas Seni untuk Produk Komersial. Jakarta.
Susinggih,
2005.Dampak Minyak Goreng Bekas. Universitas
Sumatra Utara. Medan.
Wujana, Murdijati G. Supriyanto,
2005. “Teknologi Pengolahan Minyak”. Proyek Pengadaan/Penerbitan Buku Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Dapartemen Pendidikan & Kebudayaan. Yogyakarta.
LAMPIRAN
Gambar 1.Sampel Minyak Jelantah Gambar 2.Pelepah Pisang
Gambar 3. Proses Pemanasan Minyak Gambar 4. Hasil Perbandingan Sebelum
dan Jelantah + Pelepah Pisang Sesudah
Penjernihan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar