Senin, 24 September 2018

laporan praktikum pengelolaan limbah pembuatan arang aktif

LAPORAN PRAKTIKUM PENGELOLAAN LIMBAH
PEMBUATAN ARANG AKTIF
DOSEN PENGGAMPU : Ir INDRIANI M.Si

DISUSUN OLEH :
ARIS FITRIYADI                                                                J1A1120
SUARIA RISONA SIPAYUNG                                         J1A115009
MELISA PUSPITASARI                                                    J1A115017
ZAMIRATUL AINI                                                                         J1A115067
ELIA VERONIKA SINAGA                                              J1A115083
AVIL ROZENDO                                                                 J1A115087

TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS JAMBI
2018
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
            Pemanfaatan buah kelapa umumnya hanya daging buahnya saja untuk dijadikan kopra, minyak dan santan untuk keperluan rumah tangga, sedangkan hasil sampingnya seperti tempurung kelapa belum begitu banyak dimanfaatkan. Penggunaan tempurung kelapa sebagian kecil sebagai bahan bakar untuk keperluan rumah tangga, pengasapan, kopra, dan lain-lain.
            Salah satu produk yang bernilai ekonomi yang dibuat dari tempurung kelapa adalah arang aktif. Arang aktif adalah arang yang diproses sedemikian rupa sehingga mempunyai daya serap/ adsorpsi yang tinggi terhadap bahan yang bebentuk larutan atau uap.
            Dalam pembuatan arang aktif belum banyak yang bisa membuatnya, padahal potensi bahan baku dan penggunaan arang aktif ini cukup besar dan banyak peminatnya dipasaran. Oleh karena itu, perlu adanya praktikum tentang pembuatan arang aktif agar mahasiswa mengetahui tata cara pembuatan arang aktif.
1.2. Tujuan
            Untuk mengetahui cara atau proses pembuatan arang aktif dari arang tempurung kelapa.








BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tempurung Kelapa
            Tempurung kelapa merupakan salah satu bagian dari produk pertanian yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi yang dapat dijadikan sebagai basis usaha. Pemanfaatan tempurung kelapa secara garis besar dapat dikategorikan berdasarkan kandungan zat kimia, kandungan energi, dan sifat-sifat fisik nya (Allorerung, dkk., 1998).
            Tempurung kelapa merupakan bagian buah kelapa yang fungsinya secara biologis adalah pelindung inti buah dan terletak di bagian dalam serabut dengan ketebalan berkisar antara 3-6 mm. Tempurung kelapa yang memiliki kualitas yang baik yaitu tempurung kelapa tua dan kering ditunjukkan dengan warna gelap kecoklatan. Tempurung kelapa dikategorikan seagi kayu keras tetapi mempunyai lignin yang tinggi dan kadar selulosa lebih rendah dengan kadar air sekitar 6-9%. Secara kimiawi tempurung kelapa memiliki komposisi yang sama dengan kayu yaitu tersusun dari lignin, selulosa dan hemiselulosa (Rifki, 2016).
            Tempurng kelapa memiliki kadar air mencapai 8% jika dihitung berdasarkan berat kering atau setara 12% berat per butir kelapa. Untuk memaksimalkan nilai ekonomisnya maka pengolahan tempurung kelapa harus didasarkan pada proses pengolahan yang memaksimalkan sifat-sifat fisiknya yang khas (Allorerung, dkk., 1998).
2.2. arang aktif
            Arang aktif adalah bahan hasil proses porilisasi arang pada suhu 60-90 °C. Selama ini bahan arang aktif yang digunakan berasal dari limbah kayu dan bambu. Bahan lainnnya yang dapat digunakan adalah limbah pertanian antara lain sekam padi, jerami padi, tongkol jagung, batang jagung, serabut kelapa, tempurung kelapa dan lain-lain (Tahir, 1992).
            Karbon aktif merupakan karbon amorf dari pelat-pelat datar yang tersusun oleh atom-atom C yang terikat secara kovalen dalam suatu kisi heksagonal datar dengan satu atom C pada setiap sudutnya yang luas permukaan nya antara 300  hingga 3500  ini berhubungan dengan struktur pori internal sehingga mempunyai sifat adsorben (Taryana, 2002).
            Proses aktifasi merupakan hal yang paling penting diperhatikan disamping bahan baku yang digunakan. Yang dimaksud dengan aktifasi adalah suatu perlakuan terhadap arang yang bertujuan untuk memperbesar pori yaitu dengan memecahkan ikatan hidrokarbon atau mengoksidasikan molekul-molekul permukaan sehingga arang mengalami perubahan sifat, baik fisik maupun kimia yaitu luas permukaannya bertambah beser dan berpengaruh terhadap daya adsorpsinya (Ajayi dan olawale, 2009).
2.3. Kapur tohor
            Kapur tohor merupakan hasil endapan kerangka binatang yang hidup dilautan dan berlangsung hingga jutaan tahun. Oleh karena proses geologis terjadilah pergerakan kulit bumi da endapan ini terangkat keatas permukaan laut. untuk tujuan stabilitas tanah, berbentuk kapur yang banyak digunakan adalah kapur tohor (CaO) dan kapur hidrasi atau kapur padam (Ca(OH)2). Sedangkan kapur karbonat (CaCO2) yang merupakan bentuk kapur alamiah tidak dapat dipergunakan langsung sebagai bahan stabilitas. Bahan kapur tohor dihasilkan dari pembakaran batu kapur alam dalam suatu tungku khusus pembakaran dengan suhu tinggi diperlukan sampai karbon dioksida teruruai (Melisa, dkk., 2017).
            Salah satu kegunaan kapur tohor yang umum adalah menurunkan kadar fosfat. Penggunaan larutan kapur sebagai bahan kougulan dengan pertimbangan bahwa larutan kapur mudah didapatkan, biaya murah, dan merupakan batuan alam sehingga relatif aman bagi lingkungan (Wiwin, dkk., 2016).







BAB III
METODE PENILITIAN

3.1. Waktu Dan Tempat
            Praktikum dilaksanakan pada hari senin 12 maret 2018, yang bertempatan di laboratorium pengolahan fakultas teknologi pertanian, universitas jambi.

3.2. Alat Dan Bahan
            Akat yang digunakan pada praktikum ini yaitu : baskom, pengaduk, pisau, timbangan dan oven. Sedangkan bahan yang digunakan yaitu tempurung kelapa, kapur tohor, dan aquadest.

3.3. Prosedur Kerja
            Disiapkan arang tempurung kelapa sebanyak 100 gr, kemudian dihancurkan arang tempurng kelapa menjadi bongkahan-bingkahan kecil (granula). Granula dicuci dan ditiriskan. Kemudian disiapkan larutan kapur tohor (Ca(OH)2) dengan mencampurkan 1 bagian tohor dengan 3 bagian air. Lalu diaduk selama 15 menit dan dilakukan pemisahan sehingga cairan kapur tohor terpisah dengan endapannya. Setelah itu, granula arang tempurung kelapa yang telah dibersikan dimasukkan kedalam larutan kapur tohor sampai semua arang terendam. Campuran direbus selama 60 menit pada suhu ±100 °C. Ditiriskan hingga arang terpisah dengan air dan kotorannya. Kemudian dicuci kembali dengan air mengalir dan ditiriskan. Kemudian arang dioven pada suhu ±125 °C selama 15 meni. Arang aktif siap digunakan.




BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil pengamatan
            Tabel 1. Bahan pembuatan arang aktif
No.
Bahan-bahan
Jumlah
1.
Arang tempurung
100 gr
2.
Kapur tohor
50 gr
3.
Air
1350 ml

4.2. Pembahasan
            Arang aktif merupakan arang yang mempunyai daya serap lebih dibandingkan dengan arang biasa karena mengandung karbon sekitar 85-95%. Arang aktif sendiri dihasilkan dari bahan-bahan yang mengandung karbon dengan pemanasan suhu tinggi. Setiap arang bisa dijadikan arang aktif, namun yang membedakan adalah luas permukaan pori-pori arang yang mempengaruhi daya serap arang tersebut. Arang yang baik atau bagus digunakan adalah arang yang mengandung selulosa dan hemiselulosa pada arang berpotensi untuk digunakan sebagai bahan penyerap.
            Pada praktikum ini dibuat arang aktif dengan bahan baku arang tempurung kelapa ditambah dengan bahan pengaktivasi yaitu kapur tohor. Kapur tohor berfungsi untuk membantu mengaktifkan arang, karena kapur tohor dapat mengeluarkan panas pada saat bereaksi dengan air. Proses aktifasi merupakan hal yang sangat penting diperhatikan disamping bahan baku yang digunakan. Yang dimaksud dengan aktifasi adalah suatu perlakuan yang bertujuan untuk memperbesar pori yaitu dengan cara memecahkan ikatan hidrokarbon atau oksidasi molekul-molekul permukaan sehingga arang mengalami perubahan sifat, baik fisika maupun kimia, yaitu permukaannya bertambah besar dan berpengaruh terhadap daya adsorbsi.
            Pada prosedur pembuatan larutan kapur tohor seharus nya perbandingan kapur tohor dan air adalah 1:3 namun larutan yang dihasilkan sangatlah pekat dan ketika larutan dipanaskan, proses pemanasan berlangsung sangat cepat, sehingga penambahan air diberikan lebih banyak dari prosedurnya. Larutan kapur tohor yang dihasilkan diendapkan terlebih dahulu, kemudian diambil bagian atasnya saja (yang berwarna bening) sebanyak yang diperlukan sampai arang tempurung kelapa terendam seluruhnya. Selanjutnya campuran tersebut dipanaskan (suhu 100°C) selama 1 jam, setelah itu ditiriskan dan dioven pada suhu 125°C selama 75 menit.
            Dari percobaan diatas diperoleh arang aktif tempurung kelapa. Namun arang aktif yang dihasilkan tidak dilakukan analisis lebih lanjut, seperti mengaplikasikannya pada proses penjernihan air, pemurnian gas, industri minuman, farmasi, katalisator, dan berbagi macam penggunaan lain. Arang aktif biasanya dibagi atas 2 tipe, yaitu arang aktif sebagai pemucat dan sebagai penyerap uap.















BAB V
PENUTUP

5.1. Kesimpulan
            Dari hasil percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa proses pembuatan arang aktif dari tempurung kelapa dapat memanfaatkan kapur tohor sebagai bahan pengkatifasinya. Namun arang aktif yang diperoleh tidak diketahui kualitasnya karena arang aktif yang dihasilkan tidak dilakukan pengujian lebih lanjut.
5.2. Saran
            Sebaik nya sebelum praktikum dilaksanakan, praktikan sudah memahami dengan benar setiap prosedur yang akan dilakasanakan agar memperkecil kejadian yang dapat membahayakan praktikan.









DAFTAR PUSTAKA
Ajayi dan olawale. 2009. Identifikasi asap cair dari berbagai jenis kayu dan tempurung kelapa. Gramedia pustaka utama : jakarta.
Allorerung, dkk., 1998. Kemungkinan pengembangan pengolahan bahan kelapa     secara terpadu skala pedesaan. Prosiding konferensi nasional kelapa IV. Bandar lampung.
Melisa, H, dkk., 2017. Pengaruh Penambahan Kapur Terhadap Kuat Geser Tanah Lempung. Tekno, Vol. 15, No 67
Rifki, H.K. 2016. Pembuatan Dan Karakterisasi Karbon Aktif Dari Tempurung      Kelapa (Coco Nucifera L) Sebagai Adsorben Zat Warna Metilen Biru. Skirpsi FMIPA. Universitas Lampung.
Tahir, I. 1992. Pengambilan asap cair secara destilasi kering pada proses pembuatan karbon aktif dari tempurung kelapa. Skripsi FMIPA UGM. Yogyakarta.
Tarayana, M. 2002. Arang aktif ( pengenalan dan proses pembuatannya).    Universitas sumatera utara. Sumatera utara.
Wiwin, dkk., 2016. Efektifitas Larutan Kapur Dalam Menurunkan Kadar Fosfat    Pada Limbah Cair RSUD Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat. Volume 4. Nomor 3.









                                                           









laporan praktikum penjernihan minyak jelantah dengan pelepah pisang

LAPORAN PRAKTIKUM PENGELOLAAN LIMBAH
PENJERNIHAN MINYAK JELANTAH

DISUSUN OLEH :
ARIS FITRIYADI                                                                J1A1120
SUARIA RISONA SIPAYUNG                                         J1A115009
MELISA PUSPITASARI                                                    J1A115017
ZAMIRATUL AINI                                                                         J1A115067
ELIA VERONIKA SINAGA                                              J1A115083
AVIL ROZENDO                                                                 J1A115087
DOSEN PENGGAMPU : Ir INDRIANI M.Si

TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS JAMBI
2018
BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Minyak goreng merupakan salah satu kebutuhan yang menjadi prioritas masyarakat Indonesia. Hal ini dikarenakan minyak goring banyak digunakan sebagai media transfer panas pada berbagai pemprosesan yang digunakan oleh berbagai kalangan baik rumah tangga maupun pedagang dan industry makanan. Dengan banyaknya penggunaan minyak goreng, akibatnya menghasilkan limbah berupa minyak jelantah. Minyak jelantah merupakan minyak yang telah digunakan berkali-kali sehingga berbahaya bagi kesehatan.
Minyak goreng adalah bahan pangan yang digunakan untuk kebutuhan dalam skala rumah tangga maupun skala industri atau pabrik. Hal ini mengakibatkan konsumsi minyak goreng meningkat. Dengan meningkatnya konsumsi minyak goreng tersebut akan menjadi minyak goreng bekas yang jika tidak didaur ulang akan menjadi limbah yang mencemari lingkungan. Minyak goreng merupakan kebutuhan yang tidak bisa terlepas bagi kebanyakan orang. Selain berfungsi sebagai media penghantar panas, minyak goreng juga berfubgsi sebagai penambah rasa gurih makanan serta memperbaiki cita rasa makanan dengan membentuk warna kuning kecokltan pada makanan.
Minyak jelantah adalah minyak yang berasal dari tumbuh-tumbuhan seperti sawit, jagung, minyak sayur dan minyak samin yang telah digunakan sebagai minyak goreng. Proses kerusakan minyak berlangsung sejak pengolahan sampai siap dikonsumsi, kerusakan minyak selama proses menggoreng akan mempengaruhi mutu dan nilai gizi dari bahan pangan yang digoreng, minyak yang rusak akan menghasilkan bahan dengan penampilan yang kurang menarik dan cita rasa yang tidak enak, serta kerusakan vitamin dari asam lemak esensial yang terdapat dalam minyak. Kerusakan minyak yang utama dalah karena peristiwa oksidasi, hasil yang diakibatkan salah satunya adalah terbentuknya peroksida dan aldehid.
Minyak goreng yang dipakai berulang kali atau minyak jelantah dapat menyebabkan kerusakan fisik dan kimia, sehingga dilakukan upaya untuk pemurnian minyak jelantah agar menghasilkan minyak dengan kualitas lebih, baiks ecara fisik maupun kimia. Penampakan minyak jelantah yang sudah tidak baik tersebut, membuat pemanfaatan minyak jelantah sebagai bahan yang dapat di daur ulang menjadi produk lain pun berkurang. Maka perlu dilakukan proses penjernihan minyak jelantah. Salah satu cara untuk menjernihkan minyak jelantah yaitu dengan menggunakan pelepah pisang. Dengan adanya upaya penjernihan ini, masyarakat dapa tmenghemat secara cerdas untuk memperbaiki kondisi ekonominya, khususnya pedagang makanan.
1.2  Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui proses penjernihan minyak jelantah serta perubahan warna yang dihasilkan.
















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Karakteristik Minyak
            Minyak merupakan salah satu kelompok yang termasuk kelompok lipida. Satu sifat yang khas dan mencirikan golongan lipida (termasuk minyak) adalah daya larutnya dalam pelarut organik (misalnya ether, benzene, khloroform) atau sebaliknya ketidak-larutannya dengan/dalam pelarut air. Dalam teknologi makanan, minyak dan lemak memegang peranan penting. Karena minyak dan lemak memiliki titik didih yang tinggi (sekita 200oC) maka bisa dipergunakan untuk menggoreng makanan sehingga bahan yang digoreng akan kehilangan sebagian besar air yang dikandungnya dan menjadi kering. Minyak dan lemak juga memberikan rasa gurih spesifik minyak yang lain dari gurihnya protein. Juga minyak memeri aroma yang spesifik (A. Fuadi, R dkk. 2010)

2.2 Minyak Goreng
            Minyak goring adalah minyak yang berasal dari lemak tumbuhan atau hewani. Minyak goreng yang digunakan untuk memasak biasanya terbuat dari minyak nabati yang sudah dimurnikan melalui tahapan degumming netralisasi, bleaching dan deodorisasi untuk menghilang kanbau dan rasa yang tidak diinginkan. Sebagian minyak nabati biasanya berbentuk cair pada suhu kamar, karena mengandung sejumlah asam lemak tidak jernih dengan titik cair rendah (Ketaren, 1986).
            Syarat mutu minyak goring menurut Standar Nasional Indonesia (SNI), dan spesifikasi umum minyak goring yaitu:
No.
Parameter
Spesifikasi
1.
Bau
Normal
2.
Rasa
Normal
3.
Kadar Air
Maksimal 0,3 (%)
4.
Warna
MudaJernih
5.
Cita Rasa
Hambar
6.
AsamLemakBebas
Maksimal 0,3 (%)
7.
CemaranLogam
-          Timbal
-          Besi
-          Tembaga
-          Raksa
-          Timah
-          Arsen

-          Maksimal 0,1 (mg/kg)
-          Maksimal 1,5 (mg/kg)
-          Maksimal 40,0 (mg/kg)
-          Maksimal 0,1 (mg/kg)
-          Maksimal 0,1 (mg/kg)
-          Maksimal 0,1 (mg/kg)
8.
BilanganPeroksida
Maksimal 2 (mg/kg)
9.
BilanganIodium
45-46
10.
BilanganPenyabunan
196-206
11.
BeratJenis
0,900 (g/ml)
12.
TitikAsap
Minimal 200oC
13.
Indeks Bias
1,448-1,450

2.2 Minyak Jelantah
            Minyak yang telah dipakai menggoreng biasa disebut minyak jelantah. Kebanyakan minyak jelantah sebenarnya merupakan minyak yang telah rusak. Minyak yang tinggi kandungan LTJ (Lemak Tak Jenuh) –nya memiliki nilai tambah hanya pada gorengan pertama saja, sementara yang tinggi ALJ (Asam Lemak Jenuh) –nya bisa lebih lama lagi, meski pada akhirnya akan rusak juga. Oleh proses penggorengan sebagian ikatan rangkap akan menjadi jenuh. Penggunaan yang lama dan berkali-kali dapat menyebabkan ikatan rangkap teroksidasi, membentuk gugus peroksida dan monomer siklik (A. Fuadi, dkk.2010).
            Minyak jelantah merupakan minyak goring bekas yang digunakan berulang-ulang sebagai alasan ekonomis dimana minyak yang digunakan untuk menggoreng mengalami penurunan mutu atau lain kadar air, kadar asam lemak bebas, angka peroksida, bilangan iodine, warna dan viskositasnya (Rukmini, dkk. 2000).
            Minyak goreng bekas atau sering disebut jelantah adalah sebutan untuk minyak goreng yang berulang kali digunakan. Selain penampakannya yang tidak menarik, coklat kehitaman, bau tengik, jelantah sangat berpotensi yang besar dalam membahayakan kesehatan tubuh. Terlalu sering memgkonsumsi minyak jelantah dapat menyebabkan potensi kanker meningkat ( Evika. 2011).
            Kerusakan minyak goring bekas dapat ditentukan oleh interval penggorengan, dimana seamakin sering digunakan maka tingkat kerusakannya semakin tinggi (Fadilah, 2001). Kerusakan lain akibat proses penggorengan adalah adanya kotoran yang berasal dari bumbu yang digunkan dan dari bahan yang digoreng (Anda wulandkk, 1997), sehingga dapat menaikan komponen bahan polar seperti gula, garam, dan lain-lain. Bheem Reddy et.all.(1999) mengatakan bahwa pada minyak yang digunakan untuk menggoreng berkali-kali akan terjadi akan terjadi peningkatan total polar coumpound (TPC) dan penurunan non polar coumpound (NPC).
            Penggunaan minyak goreng secara kontinyu dan berulang-ulang pada suhu tinggi (160-180oC) disertai dengan adanya kontak dengan udara dan air pada proses penggorengan dan akan mengakibatkan terjadinya reaksi degradasi yang komplek dalam minyak dan menghasilkan berbagai senyawa hasil reaksi. Minyak goreng juga mengalami perubahan warna dari kuning menjadi warna gelap. Produksi reaksi degradasi ynag terdapat dalam minyak ini juga akan menurunkan kualitas bahan pangan yang digoreng dan menimbulkan pengaruh buruk bagi kesehatan. Reaksi degradasi juga dapat menurunkan kualitas minyak dan akhirnya minyak tidak dapat dipakai lagi dan harus dibuang atau diolah kembali (Fitri B, dkk.2015)
2.3 Tanaman Pisang
            Tanaman pisang merupakan tumbuhan berbatang basah yang besar, biasanya mempunyai batang semu yang tersusun dari pelepah-pelepah daun. Tangkai daun jelas beralur pada sisi cetasnya, helaian daun lebar, bangun jorong (oval memanjang) dengan ibu tulang yang nyata dan tulang-tulang cabang yang menyirip dan kecil-kecil (F.X Sulistiyanto dan Erna P.2017).
            Pelepah pisang merupakan limbah yang belum dimanfaatkan secara maksimal untuk menghasilkan produk yang bernilai ekonomis tinggi. Menurut Hobbir (1997), setiap bagian pisang berpotensi menghasilkan pelepah pisang sebanyak 6,15 kg, lebih lanjut Suhandiyanto (2004) menambahkan bahwa pelepah pisang mempunyai kandungan selulosa yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan pulb untuk kertas.
            Pelepah psang merupakan limbah pertanian yang belum dimanfaatkan secara maksimal untuk menghasilkan produk dengan nilai ekonomis  yang tinggi. Pelepah pisang dapat digunakan sebagai adsorben karena sifatnya yang dapat menyerap zat-zat lain pada permukaannya tanpa reaksi kimia. Dengan merendamkan pelepah pisang pada minyak jelantah selama lebih kurang 10 menit dapat mengurangi kadar asam lemak jenuh pada minyak jelantah dapatb menghasilkan minyak dengan warna normal dan bau tidak menyengat (Suhamdiyanto.2004).
2.4 Proses Refinery Minyak Jelantah
            Pemucatan adalah suatu tahap proses pemurnian untuk menghilangkan zat-zat warna yang tidak disukai dalam minyak. Warna minyak mentah dapat berasal dari warna minyak alamiah, yaitu warna yang dihasilkan oleh aktivitas biologis tanaman penghasil minyak, maupun warna yang di dapat pada saat diproses untuk mendapatkan minyak dari bahan bakunya (A. Fuadi R, dkk.2010).














BAB III
METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat
            Praktikum ini dilaksanakan pada hari Senin, 26 Februari 2018 bertempat di Laboratorium Pengolahan Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas  Jambi.
3.2 Bahan dan Alat
            Bahan yang digunakan pada praktikum penjernihan minyak jelantah ini yaitu pelepah pisang 150 gr dan minyak jelantah 250 ml. Sedangkan alat yang digunakan adalah pisau, talenan, timbangan, kompor gas, pengaduk, wajan, baskom, dan botol kaca.
3.3 Prosedur Kerja
Pelepah Pisang50 gr
            Pertama disiapkan bahan dan alat yang akan digunakan dalam proses penjernihan minyak jelantah. Ditimbang 50 gr pelepah pisang, lalu diiris dengan ketebalan kurang lebih 1 cm. Setelah itu, dimasukan minyak jelantah kedalam wajan sebanyak 250 ml dan dimasukan pelepah pisang. Dipanaskan minyak jelantah dan pelepah pisang dengan api sedang. Setelah pelepah pisang tampak kering/mengkerut dalam minyak jelantah, maka proses pemanasan dihentikan. Minyak jelantah dimasukkan ke dalam botol selai dengan melewatkannya melalui saringan. Setelah itu, hasilnya diamati dan dibandingkan dengan kontrol maupun Diamati perubahan warna yang terjadi. Berikut diagram alir penjernihan minyak jelantah.
Dimasukan kedalam Wajan
Minyak Jelantah 250 ml
Dipanaskan
Diamati Perubahan Warna Minyak
 








BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
Tabel 1.Hasil Pengamatan Penjernihan Minyak Jelantah
No
JumlahPelepah
MinyakJelantah
Gambar
Warna
1
Kontrol (tanpa penambahan pelepah pisang dan pemanasan)
250 ml
Coklat tua
2
20% (50 g)
250 ml
SedikitJernih
3
40% (100 g)
250 ml
AgakJernih
4
60% (150 g)
250 ml
Jernih




4.2 Pembahasan
            Limbah merupakan buangan yang dihasilkan dari suatu proses baik dari industry besa rmaupun domestic (rumahtangga) yang tidak memiliki nilai ekonomis dan tidak dikehendaki dilingkungan. Salah satu limbah yaitu minyak jelantah. Minyak Jelantah adalah minyak yang telah digunakan berulang kali, akibat penggunaan yang berulang kali otomatis minyak akan menerima banyak panas  selama pemakaian sehingga memutus ikatan rangkap dan membuat minyak jelantah memiliki kandungan asam lemak bebas yang tinggi.
            Minyak jelantah dapat menimbulkan karsinogenik seperti kanker dan  penyempitan pembulu darah apabila menkonsumsiannya dalam jumlah yang banyak dan berulang-ulang, karena jumlah ALB pada minyak jelantah amat tinggi dapat menyebabkan penyumbatan pada sel-sel pembuluh darah.
            Penggunaan minyak berkali-kali dengan suhu penggorengan yang cukup tinggi akan menyebabkan minyak menjadi cepat berasap atau berbusa dan meningkatkan warna coklat serta flavor yang tidak disukai pada bahan makanan yang digoreng. Seperti yang terlihat pada hasil pengamatan minyak jelantah, dimana minyak yang tidak bagus atau yang telah dipakai berulang kali berwarna hitam kecoklatan. Menurut Kataren (1986) dan Susinggih, dkk (2005, kerusakan minyak goreng yang berlangsung selama penggorengan akan menurunkan nilai mutu dan nilai gizi. Namun jika minyak goring bekas tersebut dibuang selain tidak ekonomis juga akan mencemari lingkungan.
            Pada praktikum ini dilakukan percobaan penjernihan minyak goreng bekas atau yang biasa disebut minyak jelantah. Dimana minyak jelantah yang digunakan sebagai sampel berasal dari pemakaian penjual gorengan kaki lima. Dimana warna minyak jelantah yang digunakan sudah cukup berwarna coklat kehitaman. Praktikum penjernihan minyak jelantah ini dimaksudkan agar warna minyak jelantah mengalami pemucatan warna sehingga penampakannya dapat lebih baik dari sebelumnya. Menurut A. Fuadi, dkk (2010) pemucatan adalah suatu tahap proses pemurnian untuk menghilangkan zat-zat warna yang tidak disukai dalam minyak.
            Penjernihan minyak jelantah menggunakan sebanyak 250 ml minyak jelantah. Bahan yang digunakan untuk menjernihkan minyak jelantah adalah pelepah pisang. Pelepah pisang dipotong-potong dengan ukuran ± 1cm. Perlakuan yang diberikan ada tiga berdasarkan konsentrasi pelepah pisang yang digunakan, ada yang 20% (50 gram pelepah pisang), 40% (100 gram pelepah pisang), dan 60% (150 gram pelepah pisang). Masing-masing perlakuan diproses menggunakan pemanasan kurang lebih selama 20 menit. Menurut Suhamdiyanto (2004), pelepah pisang merupakan limbah pertanian yang belum dimanfaatkan secara maksimal untuk menghasilkan produk dengan nilai ekonomis yang tinggi. Kemampuan pelepah pisang tersebut yang dapat menarik zat-zat warna pada minyak jelantah.
            Setelah dilakukan percobaan maka diperoleh data, yang disajikan pada tabel 1 hasil pengamatan proses penjernihan minyak jelantah. Dimana hasil yang diperoleh dari masing-masing perlakuan memiliki tingkat kejernihan yang berbeda-beda dari kontrol maupun dari perlakuan masing-masingnya. Minyak jelantah yang tidak diberikan perlakuan, awalnya mempunyai warna coklat kehitaman (coklat tua). Konsentrasi 20%, 40%, 60% pelepah pisang yang digunakan mempunyai perubahan warna yang berbeda-beda, meskipun perubahan warna yang dihasilkan tidak berbeda jauh. Diduga bahwa banyaknya konsentrasi pelepah pisang yang digunakan berpengaruh pada kejernihan minyak. Hal ini terbukti bahwa perlakuan yang menggunakan lebih banyak pelepah pisang (60%) menghasilkan warna yang lebih jernih dari yang lainnya.
                       









BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
            Dari hasil praktikum ini dapat disimpulkan bahwa salah satu upaya untuk pemurnian/penjernihan minyak jelantah yaitu dengan menggunakan pelepah pisang yang merupakan salah satu adsorben yang baik dalam meningkatkan kualitas minyak jelantah yang telah disaring. Perlakuan terbaik adalah penggunaan pelepah pisang sebanyak 150 gram (60%) dalam 250 ml minyak jelantah. Waktu dan api yang digunakan sangat berpengaruh terhadap warna minyak yang dihasilkan. Waktu yang lebih lama dan api yang sedang akan menghasilkan warna minyak jelantah yang lebih jernih.
5.2 Saran
            Sebaiknya pelepah pisang dipotong-potong dengan ukuran yang lebih seragam, agar kemampuan potongan-potongan pelepah pisang merata dalam proses penjernihan dan waktu pemanasan dari masing-masing perlakuan disarankan untuk disamakan.











DAFTAR PUSTAKA
A. Fuadi R, dkk. 2010. Pemurnian Minyak Jelantah Menggunakan Ampas Tebu Sebagai Adsorben. Jurnal Teknik Kimia, No. 1 Vol. 17.
Evika. 2011. Penggunaan Adsorben Arang Aktif Tempurng Kelapa pada Pemurnian Minyak Goreng Bekas. Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan Keguruan. Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.
Fadilah, N. L. 2001. “Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan.”Bumi Aksara.
Jakarta.
F. X. Sulistiyanto dan Erna. P. 2017. Pemanfaatan Ekstrak Batang Tanaman Pisang (Musa paradisiacal) sebagai Antiacne dalam Sedimen Gel Antiacne . yayasan Pharmasi. Semarang
Hobbir, 1997.Abaca Tanaman Pisang Penghasil Serat. Diakses melalui “Techoma”.
Kataren, 1986.Minyak dan Lemak Pangan.UI-Press. Jakarta.
Rukmini, RidwanBaharta, Cahyadi, W. “Pengolahan Minyak Goreng Bekas Pakai Menjadi
Energi Alternatif. Universitas Lampung. Lampung.
Suhamdiyanto, 2004.Pengembang Kertas Seni untuk Produk Komersial. Jakarta.
Susinggih, 2005.Dampak Minyak Goreng Bekas. Universitas Sumatra Utara. Medan.
Wujana, Murdijati G. Supriyanto, 2005. “Teknologi Pengolahan Minyak”. Proyek Pengadaan/Penerbitan Buku Direktorat Jendral  Pendidikan Tinggi Dapartemen Pendidikan &  Kebudayaan. Yogyakarta.





LAMPIRAN

                                                                        
Gambar 1.Sampel Minyak Jelantah                                                   Gambar 2.Pelepah Pisang

                                                

Gambar 3. Proses Pemanasan Minyak                      Gambar 4. Hasil Perbandingan Sebelum dan Jelantah + Pelepah Pisang                                                Sesudah Penjernihan